BELAJAR
PEMBELAJARAN
OLEH:
HIRDYANTARA
BASTRINDO
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Belajar
sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain,
merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada
hari tanpa belajar. Belajar merupakan aktivitas yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui
pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Salah satu ciri dari
aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya
perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan
terhadap ilmu pengetahuan yang baru dipelajarinya, atau penguasaan terhadap
keterampilan dan perubahan yang berupa sikap. Untuk mendapatkan perubahan
tingkah laku tersebut, maka diperlukan tenaga pengajar yang memadai. Pengajar
atau disebut juga dengan pendidik sangat berperan panting dalam proses
pembelajaran. Pendidik yang baik akan mampu membawa peserta didiknya menjadi
lebih baik.
Guru,
instruktur atau dosen seringkali menyamakan istilah pengajaran dan
pembelajaran. Padahal pengajaran lebih mengarah pada pemberian pengetahuan dari
guru kepada siswa yang kadang kala berlangsung secara sepihak. Sedangkan
pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa
secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar,
karakteristik siswa, karakteristik bidang studi serta berbagai strategi
pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian
pembelajaran.
Ilmu
pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan
memperbaiki proses pembelajaran. Untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut
diperlukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran.
Yang dimaksud dengan kondisi pembelajaran di sini adalah tujuan bidang studi,
kendala bidang studi, dan karakteristik peserta didik yang berbeda memerlukan
model pembelajaran yang berbeda pula.
1.2
Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud pembelajaran?
- Bagaimana konsep dasar pembelajaran?
- Bagaimana pendekatan atau model dalam pembelajaran?
- Bagaimana peran guru dalam kegiatan pembelajaran?
1.3
Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian pembelajaran
- Untuk mengetahui konsep dasar pembelajaran?
- Untuk mengetahui pendekatan atau model dalam pembelajaran?
- Untuk mengetahui peran guru dalam kegiatan pembelajaran?
1.4
Manfaat
- Mengetahui pengertian pembelajaran
- Mengetahui konsep dasar pembelajaran
- Mengetahui pendekatan atau model dalam pembelajaran
- Mengetahui peran guru dalam kegiatan pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pembelajaran
Dan
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar
“ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui
(diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi
“pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan
sehingga anak didik mau belajar. (KBBI)
Dengan kata
lain, kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat proses
mengajar, membimbing, melatih, memberi contoh, dan atau mengatur serta
memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar sehingga
tercapai tujuan pendidikan. Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha
sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik.
Proses
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara
siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.
2. Konsep
Dasar Pembelajaran
Dalam
pembelajaran, guru mempunyai tugas-tugas pokok antara lain bahwa ia harus mampu
dan cakap merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan membimbing dalam
kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, agar para guru mampu menunaikan
tugasnya dengan sebaik-baiknya, ia terlebih dahulu hendaknya memahami dengan
seksama hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
3. Pendekatan
atau Model dalam Pembelajaran
Belajar
dapat dilakukan diberbagai tempat, kondisi, dan waktu. Cepatnya informasi lewat
radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar, majalah, dapat mempermudah
belajar. meskipun informasi dengan mudah dapat diperoleh, tidak dengan
sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan
ketrampilan dari padanya. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan
ketrampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan
sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat.
Pendekatan
pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuan kognitif, afekif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan
pesan sehingga tercapai sasaran belajar.
Dalam
belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat:
(i)
pengorganisasian siswa,
(ii) posisi
guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan
(iii)
pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran.
Pendekatan
pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan:
(i)
pambelajaran secara individual,
(ii)
pembelajaran secara kelompok, dan
(iii)
pembelajaran secara klasikal.
Pada ketiga
keorganisasian siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program
pembelajaran, dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian
siswa tersebut siswa tersebut seyogyanya digunakan untuk membelajarkan siswa
yang menghadapi kecepatan informasi pada masa kini.
Sehubungan
dengan posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, guru dapat menggunakan
strategi ekspositori, strategi discovery, dan strategi inkuiri. Strategi
ekpositori, strategi discovery, dan strategi inkuiri. Strategi ekspositori
masih terpusat pada guru; oleh karena itu seyogianya dikurangi. Strategi discovery
dan inkuiri terpusat ada siswa. Dalam kedua strategi ini siswa dirancang aktif
belajar, sehingga ia dapat menemukan, bekerja secara ilmu pengetahuan, dan
merasa senang. Pada tempatnya guru menggunakan strategi discovery dan inkuiri
yang sesuai dengan pendekatan CBSA.
Dalam
pembelajaran pada pebelajar terjadi peningkatan kemampuan. Semula, ia memiliki
kemampuan pra-belajar; dalam proses belajar pada kegiatan belajar hal tertentu,
ia meningkatkan tingkat atau memperbaiki tingkat ranah-ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Keputusan tentang perbaikan tingkat ranah tersebut didasarkan
atas evaluasi guru dan unjuk kerja siswa dalam pemecahan masalah. Dari sisi
guru, proses pemerolehan pengalaman siswa atau proses pengolahan pesan tersebut
dapat dilakuikan dengan cara dedukatif dan induktif. Pengolahan pesan secara
deduktif dimulai dari generalisasi atau suatu teori yang benar, pencarian data,
dan uji kebenaran generalisasi atau suatu teori tersebut. Pada pengolahan pesan
secara induktif kegiatan bermula dari adanya fakta atau peristiwa khusus,
penyusunan konsep-konsep. Dalam usaha pembelajaran guru dapat menggunakan
pengolahan pesan secara deduktif atau induktif tergantung pada karakteristik
bidang studinya.
Selain
pendekatan atau model belajar individual, kelompok dan klasikal, masih terdapat
banyak model belajar yang lain. Di antaranya:
Teori
belajar
|
Yang ditekankan
|
Tokoh
|
Behaviorisme
(tingkah laku)
|
Stimulus,
respon, penguatan motivasi
|
Pavlov,
Skinner, Bandura
|
Cognitivisme
|
Daya
ingat, perhatian, pemahaman mendalam, organisasi gagasan, proses informasi
|
Brunner,
Piaget, Ausubel
|
konstruktivisme
|
Pengalaman,
interaksi
|
Jean
Piaget, Vygotsky,
|
Humanisme
|
Emosi,
perasaan, komunikasi yang terbuka, nilai-nilai
|
John Miler
|
4. Peran
Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran
Peran guru
dalam pembelajaran yaitu membuat desain instruksional, menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi
hasil belajar yang berupa dampak pengajaran. Selain itu, menurut Djamarah
(2000: 43-48) bahwa tugas dan tanggung jawab guru atau lebih luasnya pendidik
adalah sebagai:
1)
Korektor, yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana
nilai yang buruk, koreksi atau penilaian yang dilakukan bersifat menyeluruh
dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap peserta didik
mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menerima pelajaran. Ada yang mempunyai
kemampuan baik di bidang kognitif tetapi kurang pada afektifnya, ada pula yang
baik pada psikomotorik namun kurang pada kognitifnya, dan berbagai macam
perbedaan peserta didik yang lain. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian,
hendaknya pendidik tidak hanya memberikan penilaian dari satu aspek saja.
2)
Inspirator, yaitu pendidik menjadi inspirator atau ilham bagi kemajuan
belajar siswa atau mahasiswa, petunjuk bagaimana cara belajar yang baik, serta
member masukan dalam menyelesaikan masalah lainnya.
3)
Informator, yaitu pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan peserta didik yang dibekali pengetahuan
tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka peserta didik
tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga peserta didik tidak
akan tertinggal di era global ini.
4)
Organisator, yaitu pendidik harus mampu mengelola kegiatan akademik
(belajar), hingga tercipta kegiatan pembelajaran yang tertib dan menyenangkan.
5)
Motivator, yaitu pendidik harus mampu mendorong peserta didik agar
bergairah dan aktif belajar. Motivasi adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong
siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan
motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi dari
pendidik merupakan motivasi ekstrinsik. Meskipun dalam proses belajar, motivasi
intrinsik atau motivasi yang berasal dari dalam diri individu memiliki pengaruh
yang lebih efektif, (karena motivasi intrinsik bertahan relatif lebih
lama) namun motivasi ekstrinsik juga tetap dibutuhkan. Karena kurangnya respons
dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang.
Oleh karena itu, guru sebagai salah satu motivasi ekstrinsik hendaknya selalu
memberikan motivasi pada peserta didiknya.
6)
Inisiator, yaitu pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam
pendidikan dan pembelajaran. Melalui berbagai macam pengalaman yang didapatkan
pendidik selama di kelas, pendidik hendaknya memberikan ide-ide demi kemajuan
pembelajaran, minimal untuk kemajuan pembelajaran di kelas yang dibimbing.
7)
Fasilitator, yaitu pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan
kemudahan kegiatan belajar.
8)
Pembimbing, yaitu pendidik harus mampu membimbing peserta didik menjadi
manusia dewasa yang bertanggung jawab. Hal yang harus dilakukan pendidik adalah
memberikan contoh yang baik pada peserta didik dan mengarahkannya. Oleh karena
itu, pendidik hendaknya selalu menjaga sikap dan perilaku, karena membimbing
seseorang tanpa memberikan teladan yang baik adalah sia-sia.
9)
Demonstrator, yaitu jika diperlukan pendidik bisa mendemonstrasikan
bahan pelajaran yang susah dipahami. Peserta didik akan lebih mudah memahami
suatu materi jika materi tersebut didemonstrasikan, karena sesuatu yang
didemonstrasikan melibatkan aspek audio dan visual, sehingga lebih mudah
untuk dipahami peserta didik.
10) Pengelola
kelas, yaitu pendidik harus mampu mengelola kelas untuk menunjang interaksi
edukatif. Jika kelas dikelola dengan baik, maka proses pembelajaran dapat
berjalan dengan tertib.
11) Mediator,
yaitu pendidik menjadi media yang berfungsi sebagai alat komunikasi guna
mengefektifkan proses interaktif edukatif. Proses pembelajaran merupakan proses
interaksi, bukan hanya penyampaian materi dari satu arah atau dari guru saja,
peserta didik hendaknya turut aktif dalam proses pembelajaran, dan dengan
adanya pendidik maka diharapkan proses interaktif edukatif tersebut tercipta di
kelas. Dalam hal ini biasanya pendidik cukup memberikan sedikit materi di awal,
kemudian mengajak dialog peserta didik mengenai materi yang telah diberikan
sebelumnya, atau dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang
akan dibahas.
12) Supervisor,
yaitu pendidik hendaknya dapat memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap
proses pembelajaran. Setiap selesai proses pembelajaran, pendidik yang baik
akan menilai proses pembelajaran yang telah berlangsung, apabila terdapat
kekurangan, maka ia akan mencari sumber kekurangan tersebut dan memperbaikinya,
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih baik setiap harinya.
13) Evaluator,
yaitu pendidik dituntut menjadi evaluator yang baik dan jujur. Pendidik
diharapkan bisa berlaku adil dan jujur dalam setiap proses evaluasi, sehingga
tiap- tiap peserta didik dapat mengetahui kemampuannya. Membantu peserta didik
ketika menghadapi ujian bukanlah hal yang tepat dilakukan oleh seorang
pendidik, karena hal tersebut merupakan pembodohan peserta didik
dan mengajarkan ketidakjujuran pada peserta didik. Dan hal tersebut juga
membuat peserta didik tidak akan pernah merasa percaya diri terhadap kemampuan
yang dimilikinya.
Oleh karena
itu, jelaslah bahwa kata “pendidik” dalam perspektif pendidikan yang selama ini
berkembang di masyarakat memiliki makana yang lebih luas, dengan tugas, peran,
dan tanggung jawabnya adalah mendidik peserta didik agar tumbuh dan berkembang
potensinya kea rah yang lebih sempurna.
No related
posts.
..........................................................
1. Belajar mengetahui (learning
to know)
Belajar mengetahui berkenaan dengan
perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan
informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena adanya
perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga
karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang
elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan,
bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet
bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan
pengetahuan. Pengetahuan diperoleh
dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses
internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui
hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll.
Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan,
meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll.
Jacques Delors (1996), sebagai ketua
komisi penyusun Learning the Treasure Within, menegaskan adanya dua
manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan
pengetahuan sebagai hasil (end). Sebagai alat, pengetahuan digunakan
untuk pencapaian berbagai tujuan, seperti: memahami lingkungan, hidup layak
sesuai kondisi lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi.
Sebagai hasil, pengetahuan mereka dasar bagi kepuasaan memahami, mengetahui dan
menemukan.
Pengetahuan terus berkembang, setiap
saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus
dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu
banyak).
2. Belajar berkarya (learning to do)
Agar mampu menyesuaikan diri dan
beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu
belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat dengan belajar mengetahui,
sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi Unesco, belajar
berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional.
Belajar berkarya adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan
kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan perkembangan industri dan perusahaan,
maka keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga berkembang semakin tinggi,
tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau operasional,
tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Karena tuntutan pekerjaan didunia
industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki
dan/atau telah masuk di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya.
Mereka harus mampu doing much (berusaha berkarya banyak).
3. Belajar hidup bersama (learning
to live together)
Dalam kehidupan global, kita tidak
hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik, daerah, budaya, ras, agama,
kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama dengan aneka
kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan
hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap
kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan
yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan hidup rukun, mereka harus banyak
belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan
bersama)
4. Belajar berkembang utuh (learning
to be)
Tantangan kehidupan yang berkembang
cepat dan sangat kompleks, menuntut pengembangan manusia secara utuh. Manusia
yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik
aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian
individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya.
Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut
berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang
unggul. Untuk itu mereka harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being
excellence). Keunggulan diperkuat dengan moral yang kuat. Individu-individu
global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.
....................................
Dimyati dan Mudjiono (Sumantri,
1998/1999: 113) mengungkapkan bahwa pendekatan keterampilan proses bukanlah
tindakan instruksional yang berada diluar jangkauan kemampuan peserta didik.
Pendekatan ini justru bermaksud mengembangkan kemampuan- kamapuan yang dimiliki
peserta didik.
B. Jenis- Jenis Pendekatan Keterampilan
Proses Dasar
Khusus untuk keterampilan proses
dasar, proses- prosesnya meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi,
mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi,
memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan-
hubungan angka.
1. Keterampilan Mengobservasi
Keterampilan mengobservasi
menurut Esler dan Esler (1984) adalah keterampilan yang dikembangkan dengan
menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mengidentifikasi dan memberikan
nama sifat- sifat dari objek- objek atau kejadian- kejadian. Definisi serupa
disampaikan oleh Abruscato (1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya
mengunakan segenap panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai
benda atau kejadian. (Nasution, 2007: 1.8- 1.9)
Kegiatan yang dapat dilakukan
yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya menjelaskan sifat- sifat
yang dimiliki oleh benda- benda, sistem- sistem, dan organisme hidup. Sifat
yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain-
lain. Contoh yang lebih konkret, seorang guru sering membuka pelajaran dengan
menggunakan kalimat tanya seperti apa yang engkau lihat ? atau bagaimana rasa,
bau, bentuk, atau tekstur…? Atau mungkin guru menyuruh siswa untuk menjelaskan
suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan dari suatu diskusi.
2.
Keterampilan Mengklasifikasi
Keterampilan mengklasifikasi
menurut Esler dan Esler merupakan ketermpilan yang dikembangkan melalui
latihan- latihan mengkategorikan benda- benda berdasarkan pada (set yang
ditetapkan sebelumnya dari ) sifat- sifat benda tersebut. Menurut Abruscato
mengkalsifikasi merupakan proses yang digunakan para ilmuan untuk menentukan
golongan benda- benda atau kegaitan- kegiatan. (Nasution, 2007 : 1.15)
Bentuk- bentuk yang dapat
dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya memilih bentuk- bentuk
kertas, yang berbentuk kubus, gambar- gambar hewan, daun- daun, atau kancing-
kancing berdasarkan sifat- sifat benda tersebut. Sistem- sistem klasifikasi
berbagai tingkatan dapat dibentuk dari gambar- gambar hewan dan tumbuhan (yang
digunting dari majalah) dan menempelkannya pada papan buletin sekolah atau
papan panjang di kelas.
Contoh kegiatan yang lain adalah
dengan menugaskan siswa untuk membangun skema klasifikasi sederhana dan
menggunakannya untuk kalsifikasi organisme- organisme dari carta yang
diperlihatkan oleh guru, atau yang ada didalam kelas, atau gambar tumbuh-
tumbuhan dan hewan- hewan yang dibawa murid sebagai sumber klasifikasi
3. Keterampilan Mengukur
Keterampilan mengukur menurut
Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui kegiatan- kegiatan yang berkaitan
dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi,
waktu, berat, dan sebagainya. Abruscato menyatakan bahwa mengukur adalah suatu
cara yang kita lakukan untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin,
mengukur adalah membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap
standar yang kovensional atau standar non konvensional. (Nasution, 2007 : 1.20)
Keterampilan dalam mengukur
memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan
untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat- alat ukur. Langkah
pertama proses mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan pemilihan
instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu
objek tertentu sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk
mendapatkan ukuran yang tepat.
Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa
menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri atau dikembangkan dari benda- benda
yang ada disekitar. Sedangkan pada tahap selanjutnya, menggunakan alat ukur
yang telah baku digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam pengukuran
jarak, bisa menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai
satuan ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian
atau kancing yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur.
Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/
baku adalah siswa memperkirakan dimensi linear dari benda- benda (misalnya yang
ada di dalam kelas) dengan menggunkan satuan centi meter (cm), dekameter (dm),
atau meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat ukur, mistar atau
penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.
4. Keterampilan Mengkomunikasikan
Menurut Abruscato (Nasution,
2007: 1.44 ) mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan yang
berhasil dikumpulkan atau menyampaikan hasil penyelidikan. Menurut Esler dan
Esler ((Nasution, 2007: 1.44) dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi
dari grafik atau gambar yang menjelaskan benda- benda serta kejadain- kejadian
secara rinci.
Kegiatan untuk keterampilan ini
dapat berupa kegiatan membaut dan menginterpretasi informasi dari grafik,
charta, peta, gambar, dan lain- lain. Misalnya siswa mengembangkan keterampilan
mengkomunikasikan deskripsi benda- benda dan kejadian tertentu secar rinci.
Siswa diminta untuk mengamati dan mendeskrifsikan beberapa jenis hewan- hewan
kecil ( seperti ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan cara geraknya), kemudain
siswa tersebut menjelaskan deskrifsi tentang objek yang diamati didepan kelas.
5. Keterampilan Menginferensi
Keterampilan menginferensi
menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga sebagai keterampilan membuat
kesimpulan sementara. Menurut Abruscato , menginferensi/ menduga/ menyimpulakan
secara sementara adalah adalah menggunakan logika untuk memebuat kesimpulan
dari apa yagn di observasi( Nasution, 2007 : 1.49)
Contoh kegiatan untuk
mengembangkan keterampilan ini adalah dengan menggunakan suatu benda yang
dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak tahu apa benda tersebut. Siswa
kemudian mengguncang- guncang bungkusan yang berisi benda itu, kemudian
menciumnya dan menduganya apa yang ada di dalam bungkusan ini. Dari kegiatan
ini, siswa akan belajar bahwa akan muncul lebih dari satu jenis inferensi yang
dibuat untuk menjelaskan suatu hasil observasi. Disamping itu juga belajar
bahwa inferensi dapat diperbaiki begitu hasil observasi dibuat.
6. Keterampilan Memprediksi
Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa
yang akan terjadi lpada observasi yang akan datang (Abruscato Nasution, 2007 :
1.55) atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan yang akan datang yang
diharapkan akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi menurut Esler
dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang
berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn
menggunakna grafik untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau
dugaan- dugaan. (Nasution, 2007 : 1.55)
Jadi dapat dikatakan bahwa
memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar
suatu kejadian yang telah diketahui Contoh kegiatan untuk melatih kegiatan ini
adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik) lilin yang menyala
akan tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam berbagai ukuran)
yang ditelungkupkan.
7. Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan
Waktu
Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu
menurut Esler dan Esler meliputi keterampilan menjelaskan posisi suatu benda
terhadap lainnya atau terhadap waktu atau keterampilan megnubah bentuk dan
posisi suatu benda setelah beberapa waktu. Sedangkan menurut Abruscato
menggunakan hubungan ruang- waktu merupakan keterampilan proses yan gberkaitan
dengan penjelasan- penjelasan hubungan- hubunagn tentang ruang dan waktu
beserta perubahan waktu.
Untuk membantu mengembangkan pengertian siswa
terhadap hubungan waktu- ruang, seorang guru dapat memberikan pelajaran tentang
pengenalan dan persamaan bentuk- bentuk dua dimensi (seperti kubus, prisma,
elips). Seorang guru dapat menyuruh sisiwa menjelaskan posisinya terhadap
sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia berada di
baridsan ketiga bangku kedua dari kiri gurunya.
8. Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan-
bilangan
Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan
menurut Esler dan Esler meliputi kegaitan menemukan hubungan kuantitatif
diantara data dan menggunakan garis biangan untuk membuat operasi aritmatika
(matematika). Carin mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah mengaplikasikan
aturan- aturan atau rumus- ruumus matematik untuk menghitung jumlah atau
menentukan hubungan dari pengukuran dasar. Menurut Abruscato, menggunakan
bilangan merupakan salah satu kemampuan dasar pada keterampilan proses.(
Nasution, 2007: 1.61- 1.62).
Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih
keterampilan ini adalah menentukan nilai pi dengan mengukur suatu rangkaian
silinder, menggunakan garis bilangan untuk operasi penambahan dan perkalian.
Latihan- latihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan membandingkan
benda- benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk mengembangkan
keterampilan ini. contoh pertanyaan yang membantu siswa agar mengerti tentang
hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana benda A jika
dibandingkan dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut turun dari – 100
C ke – 200 C ? ”
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan keterampilan proses
dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-
keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-
kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam
Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)
Keterampilan proses dasar,
meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengobservasi,
mengklasifikasikan, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi,
mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan- hubungan angka.
B. SARAN
Untuk mengoptimilisasikan proses
pembelajaran bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar, terkadang
membutuhkan alat peraga atau media pembelajaran yang bersifat modern, seperti
audio visual dan alat peraga atau media pembelajaran tersebut terkesan mahal,
sehingga semua sekolah dasar tidak mampu memilikinya yang dampaknya akan
menghambat daripada proses pembelajaran IPA disekolah dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan
Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Yasin,
Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang Press
Baharudin
dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta:
Ar-ruzz Media
Makmun, Abin
Syamsuddin. 2005. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Seifert,
Kelvin. 2007. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Jogjakarta:
Ircisod
Baharuddin
dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta, 2007),
hal. 34
Kelvin
Seifert. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan .(Jogjakarta:
2007 ), hal 5
Krisna,
pengertian dan ciri2 pembelajaran, 19/10/09,http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/, Selasa, 02 Maret 2010, 10:45.
Abin
Syamsuddin Makmun. Psikologi Pendidikan. (Bandung: 2005), hal. 156
Dimyati dan
Mujiono, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta, 1999) hal. 186
Dimyati dan
Mujiono, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta, 1999) hal. 5
Baharuddin
dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta, 2007),
hal. 22
Fatah Yasin.
Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. (Malang: 2008), hal. 83
Tidak ada komentar:
Posting Komentar